Jaringan GUSDURian, Wadah Tabarukan dengan Gus Dur



Bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional, pada 16 November 2018, bertempat di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi, Jaringan GUSDURian Bekasi Raya melingkar bersama, mendiskusikan banyak hal terkait isu-isu toleransi kekinian.

Salah satu dari ajaran KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah tentang kesetaraan, bahwa setiap manusia di muka bumi memiliki peranan dan hak yang sama. Sehingga menganggap bahwa keberbedaan latar belakang seseorang merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dinisbikan.

Karenanya, diskusi yang terjadi dalam pertemuan itu terasa hangat dan penuh kekeluargaan. Masing-masing dari setiap diri memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapat, argumentasi, dan pandangannya mengenai toleransi.
.
Ustadz Muhib Syadzili, salah seorang tokoh agama di Kabupaten Bekasi mengemukakan bahwa ajaran toleransi telah diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam membangun peradaban di negeri Madinah. Di sana, kelompok Ansor dan kaum Muhajirin saling bahu-membahu melakukan kerja sama untuk kehidupan yang berkeadaban.

Tercetuslah oleh Nabi Muhammad sebuah konstitusi atau dasar hukum, yakni yang disebut Piagam Madinah. Orang Yahudi dari berbagai suku, pemeluk agama Nasrani, dan seluruh penduduk Madinah adalah ummatan wahidan. Yakni umat yang satu.

Sementara itu, sama halnya dengan Gus Dur yang memiliki misi mewujudkan perdamaian global melalui perilaku toleransi di tengah kehidupan yang multikultur di dunia ini. Maka, Jaringan GUSDURian, terutama di Bekasi, haruslah memiliki kemauan untuk mewujudkan toleransi sebagai bagian dari perjuangan yang telah dilakukan oleh Gus Dur.


“Kemudian, apa yang harus kita perjuangkan?” tanya Ustadz Muhib.

Semua hal tentu berawal dari diri sendiri. Ibda’ binafsik. Pertama. Membekali diri dengan ilmu pengetahuan. Gus Dur menjadi orang yang sangat toleran karena dirinya memiliki sangat banyak ilmu. Kita bisa memandang Gus Dur dari berbagai perspektif.

“Kalau kita memandang sosok Gus Dur, kita lihat dari (sisi) mana pun ada,” kata Ustadz Muhib.

Gus Dur dikatakan sebagai ilmuwan karena ia memang memiliki ilmu yang tidak sedikit. Kalau dilihat dari sudut pandang kiai, maka Gus Dur adalah kiai yang sangat menguasai berbagai ilmu agama. Kalau dikatakan sebagai sufi, Gus Dur adalah sufi yang memiliki amalan yang luar biasa dan punya ketinggian hati yang sangat mengagumkan.

Bahkan, ada sebuah cerita bahwa salah satu amalan Gus Dur adalah membaca surat Al-Fatihah sebanyak 1000 kali setiap hari. Kemudian, seringkali kita mendengar kalau Gus Dur adalah seorang wali. Banyak cerita-cerita yang sudah mutawatir yang menguatkan kewalian seorang Gus Dur.

“Suatu hari di Madinah, Gus Dur ingin mencari seseorang untuk mendoakan dirinya. Dicari seorang syaikh yang memiliki banyak murid, ternyata bukan. Tapi setelah menemukan seorang yang beribadah sendirian dengan pakaian yang biasa-biasa saja, hanya menggunakan sajadah kecil, Gus Dur langsung memerintahkan KH Said Aqil Siroj untuk berkomunikasi dengan orang tersebut agar mendoakannya. Akhirnya, Kiai Said pun melaksanakan perintah itu,” cerita Ustadz Muhib yang didapat dari Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj.

Setelah mendoakan, orang yang ditunjuk Gus Dur untuk mendoakan dirinya itu, pergi. Sembari mengatakan, “Ya Allah, apa salahku sehingga Engkau menunjukkan siapa diriku kepada orang itu (Gus Dur).” Sehingga ada istilah laa ya’riful wali illa al-wali. Tidak ada orang yang bisa mengetahui kewalian seseorang, kecuali wali.

Menurut Ustadz Muhib, melalui Jaringan GUSDURian, seseorang dapat tabarukan (mengalap berkah) dengan Gus Dur. “Insyaallah ketika kita punya hajat apa pun, dengan berkah beliau akan menjadi mudah,” katanya.

Maka dalam waktu dekat ini, GUSDURian Bekasi Raya bekerjasama dengan PCNU Kabupaten Bekasi akan mengadakan Haul Gus Dur ke-9 pada 7 Januari 2019 mendatang. Sementara tokoh-tokoh yang akan dihadirkan diantaranya Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan, Mahfud MD, dzurriyah Gus Dur, dan Sayyid Seif Alwi.

Komentar